Kamis, 24 September 2015
Hari itu bertepatan dengan hari idul adha.....
Risma masih di Malang, dan Risma dapat kabar kalau Bapa ke Padang.
Risma pengen banget telpon Bapa, cuma pengen bilang 'Bapa hati-hati ya', tapi Risma tunda dengan alasan nanti aja Risma telponnya kalau Bapa udah sampe sana.
Dan Risma ga tau, kalau Risma melewatkan kesempatan denger suara Bapa buat yang terakhir kalinya
Sore itu jadi sore paling berat buat Risma, sore paling menakutkan,
sore itu Mama telpon Risma, suaranya berat, dalam dan putus asa. Risma ga pernah denger suara Mama sesedih itu.
Sore itu hal yang paling kami takuti terjadi.
Bapa pergi begitu cepat, begitu mendadak dan tiba-tiba. Kami belum sempat bahagiain Bapa, Pa....
Risma gak tau apa yang akan terjadi selanjutnya, gimana Risma menjalani hidup Risma, gimana Mama dan ade-ade nantinya tanpa Bapa. Bapa tau, kita bukan siapa-siapa tanpa Bapa.
Butuh waktu cukup lama buat Risma pulang ke Rumah. Selama di perjalanan Risma berdoa kalau Bapa masih bisa selamat, karena Mama ga bilang kalau Bapa udah pergi, Mama cuma bilang kalau Risma harus pulang dan doain Bapa.
Kalau bisa dibilang merengek, Risma udah merengek sama Allah, merengek Risma masih pengen hidup sama Bapa.
Sampai pada satu keadaan Risma tau yang Bapa inginkan adalah ikhlasnya Risma. Berat, tapi Risma ga mau nahan Bapa buat kembali pada-Nya.
00.30......
Risma sampai di rumah, bisa sesakit dan sesesak ini dada Risma hanya karena liat bendera kuning di depan Rumah. Risma lari ke pelukan Mama dan nangis seada-adanya. Gak ada tetesan air mata yang keluar dari Mama, tapi Risma tau hati Mama jauh lebih sakit, jauh lebih menderita daripada siapapun yang ada di ruangan itu. Risma harus gimana, Pa? Risma ga akan kuat nantinya, Risma belum bisa dan belum siap
Risma hampiri Bapa, Risma buka kain yang nutupin Bapa. Sungguh Risma pengen peluk dan cium Bapa saat itu tapi Risma tau, tetesan air aja bisa bikin Bapa sakit, Risma gak mau Bapa ngerasain sakit sedikitpun.
Wajah tenang dan damai Bapa masih jelas Risma ingat, karena cuma itu yang bisa menguatkan Risma sekarang dan untuk seterusnya.
Bagaimana Risma boleh sedih sementara Risma lihat Bapa begitu bahagia..... Bapa tenang, damai, sejuk, Bapa tidur dengan tersenyum. Bapa tau gak, bahkan selama 23 tahun Risma hidup dan liat Bapa, hari itu, hari dimana Risma liat Bapa dalam keadaan paling tampan, Demi Allah Risma ga boong. Dan hal itu lah yang kasih Risma kekuatan.
Waktu Bapa masih ada, Bapa orang yang paling Risma banggakan dan saat Bapa pergi, Risma justru semakin bangga dan bersyukur punya ayah kayak Bapa.
Bapa pergi dengan cara yang baik, meski tanpa didampingi istri dan anak-anaknya. Sebelum pergi Bapa sempat mengucapkan kalimat syahadat, pergi dengan wajah yang damai, bukan karena kecelakaan seperti yang Risma takuti, pergi dengan merasakan sakit yang hanya sebentar, dan disitulah kami yakin kalau ini memang sudah waktunya.
Meski Mama dan kami anak-anakmu gak ada saat Bapa pergi, inshaAllah doa-doa kami selalu mengiringi jalannya Bapa sampai kita bertemu lagi nanti.
Risma sayang Bapa, Risma kangen Bapa, tapi Risma akan sabar nunggu hari dimana nanti kita berkumpul lagi dalam satu keluarga yang utuh di surganya Allah SWT.