"Iya kamu kapten aku juga kapten. Kamu ga mau kan jadi anak buahku"
"Gapapa sih, jangankan jadi anak buah kamu, disuruh turun dari kapal terus dorong-dorong sampe kita nemu daratan aja aku mau"
Aku hanya diam tidak membalas ucapannya yang terakhir
Langit tidak lagi berwarna biru, melainkan orange dengan matahari yang hanya terlihat setengah dibagian atasnya sebelum habis ditelan malam
"Kita jadi nelayan aja yuk?"
Diaz menjauhkan pundaknya dari kepalaku, dia menatapku kemudian tertawa
"Kenapa ketawa?" Aku bingung, jengkel melihat reaksinya
"Kenapa nelayan? kalo kita sama-sama bisa jadi kapten kapal kenapa kamu harus pilih jadi nelayan?"
"Karena aku pengen, aku pengen mendayung perahu kecil aku sama kamu"
Diaz kembali pada posisi rileks. Dia menarik kepalaku kembali bersandar dipundaknya
"Kalo aku jadi nelayan, kamu juga ga mungkin ikut nyari ikan bareng sama aku, kamu dirumah nunggu aku pulang"
"Aku ga mau dirumah, aku ikut kamu nyari ikan aja, aku bisa bantuin kamu nurunin dan naikin jaring"
"Kenapa?"
"Aku ga suka sendirian, aku ga suka ada didalam penantian. Meski aku tau kamu pasti pulang"
Kami kembali hening dalam waktu yang cukup lama. Seharusnya aku merasa damai, duduk bersama Diaz, bersandar dipundaknya, mendengar bunyi ombak yang tidak terlalu besar sambil melihat pantai yang kemerahan karena pantulan matahari yang akan terbenam.
Butiran hangat jatuh dipipiku, Diaz masih tidak menyadarinya
0 comments:
Posting Komentar